Rabu, 23 Mei 2012

Budha Zen

Budhisme bukanlah kajian teoritis,
namun di tunjukan untuk pengalaman praktis . dalam sutra Budha berkata, “
Ajaran ku berisi tata cara mengakhiri penderitaan yang muncul dari diskriminasi
di tiga dunia ( the triple world );
dalam mengakhiri kelalaian, hasrat, tindakan; dan dalam kesadaran bahwa dunia
objektif adalalah manifestasi dari pikiran, persis sebuah visi”.


            Karena itu, pada satu sisi Budha
merupakan sebuah ajaran agama yang dianut oleh para pemeluknya, namun pada sisi
lain, ada ajaran Budha yang sangat penting dalam meraih konsentrasi, ketenangan
diri, dan  meditasi yang las dilakukan
oleh siapa saja tanpa harus meyakini ajaran Budha itu sendiri. Praktik itulah
yang dinamakan amalan Zen.


            Bayak orang yang berpikir bahwa Zen
merupakan sesuatu yang sulit, ini keliru. Huruf Cina yang dipergunakan untuk “
Zen” berarti “ menunjukan kesederhanaan”en juga dapat diungkapkan dengan kata
“Dharma”, “ Jalan”, atau “ Diri”. Alasannya adalah bahwa eksistensi segala
sesuatu di planet Bumi ini adalah Dharma. Segala sesuatu menjadi ada melalui
kondisi, dan mereka menghilang karena kondisi inilah yang disebut “ Hukum
Kausalitas”. Dengan alasan
tersebut, kita menyebut hukum ini “ Budha-dharma”, atau Zen. Oleh karena itu,
kita dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di Bumi sepenuhnya sama
karena hukum ini.




1.2
Tujuan

           Tujuan penulis membuat makalah
berjudul “ Budhisme Zen “ adalah :


 Memberikan
informasi  kepada pembaca mengenai
Budhisme Zen, sejarah serta alirannya.

 
Sebagai
pemenuhan tugas  makalah yang dibutuhkan
sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Budhisme.

 
Memberi
wawasan yang lebih dalam Agama Budha kepada mahasiswa yang lainnya.

1.3 Metode

        Metode yang di gunakan penulis dalam
mengumpulkan data penulisan makalah ini adalah metode studi pustaka dari buku
referensi buku yang terkait dan data dari internet.


1.4
Sistematika Penulisan


            Penulisan makalah ini terdiri dari
tiga bab. Bab yang pertama yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
tujuan, metode, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab kedua yaitu pembahasan
yang terdiri dari apa itu Budhisme Zen, sejarah Budhisme Zen, serta
aliran-aliran yang lahir di dalamnya. Bab yang terakhir yaitu bab penutup yang
berisi kesimpulan dari isi makalah ini.



PEMBAHASAN

1.      Pengertian Zen


Zen merupakan salah satu dari ajaran Budhisme yang berasal dari
India, yang menyebar melalaui Cina dan Korea. Banyak orang yang sulit
mengartikan makna zen sesungguhnya. Zen yang diambil dari aksara
Cina berarti "menunjukkan kesederhanaan". Zen adalah ajaran yang
sangat jelas dan singkat. Ada juga yang berpendapat bahwa zen merupakan
filosofi, dan bukanlah sebuah agama.


Menurut Suzuki, zen bukanlah filosofi karena
pemikiran zen bukanlah berdasarkan pada logika dan analisis. Zen tidak
pernah mengajarkan untuk berpikir secara intelektual dan menganalisis.
Pemikiran yang dihasilkan oleh seorang ahli zen selalu diajarkan secara
turun - temurun kepada muridnya demikian juga seterusnya. Jika menyangkut
bagaimana cara Zen menyebarkan ajarannya, yaitu sama dengan yang
dilakukan Sidharta. Hal ini didukung oleh pernyataan, yang menyebutkan
bahwa ajaran dari Budha sendiri diturunkan kepada murid – muridnya secara
langsung dan turun – temurun.
 
pengajaran Bodhidharma
tentang zen adalah perbuatan baik saja tidak cukup tetapi melalui
perbuatan baik akan mendorong kemurnian moral dimana menjadi suatu
syarat yang mutlak bagi pencerahan.
 
Zen memiliki tiga arti yang berbeda
namun berkaitan. Chrismas humpeyrs dalam key kit, mengatakan bahwa:

 Pertama, zen berarti meditasi.
Zen
adalah istilah Jepang mengungkapkan Bahasa cina Chan, yang bila
ditelusuri berasal dari Bahasa Sanskerta Dhyana. Ini adalah arti yang
paling umum dari istilah tersebut. Kedua, dalam arti khusus zen adalah
nama dari kekuatan absolut atau realitas tinggi yang tidak dapat disebutkan
dengan kata – kata. Ketiga, dalam arti yang lebih khusus zen adalah
pengalaman mistis akan keabsolutan kekuatan tersebut, suatu kesadaran, tiba –
tiba dan diluar batasan. Pengalaman mistis ini biasanya disebut kesadaran atau
wu
dalam Bahasa Cina dan satori dalam Bahasa Jepang[1].


Ketiga arti zen tersebut saling
berkaitan. Meditasi, arti umum adalah cara utama untuk mendapatkan pengalaman
langsung dengan realitas tertinggi, dan mungkin orang yang melaksanakan
meditasi akan mengalami pemahaman realistas kosmis ini dalam situasi yang penuh
inspirasi saat mengalami kesadaran spiritual.


Zen adalah
disiplin dalam pencerahan. Tujuan dari pelatihan zen ini adalah membuat
kita menyadari apa sesungguhnya zen dalam pengalaman kita sehari – hari
dan apa yang tidak dapat kita peroleh dari luar. Zen adalah bentuk
Budhisme
sebagai penyebaran hati atau pikiran Budha. Anesaki menyatakan bahwa
pada awalnya meditasi merupakan salah satu dari tiga bagaian latihan penganut
Budha. Ketiga latihan tersebut yaitu berupa latihan kebatinan, disiplin moral
dan kebijaksanaan.


Selain itu jika menyangkut apa yang ada
didalam zen, bahwa pengalaman pribadi adalah segalanya dalam zen. Karena
untuk mendapatkan pengertian paling mendasar tentang sesuatu , maka harus
dialami sendiri. Pengalaman merupakan hal yang mendasar dalam Zen. Pengalaman
merupakan jawaban dari semua teka-teki kehidupan. seperti halnya dalam
menjalani hidup, seseorang akan mengerti dengan kehidupan apabila ia telah
menjalaninya, dan selama menjalani kehidupan tersebut akan begitu banyak
pembelajaran yang di dapat.


Pendekatan zen terhadap realitas
tidak sering dengan pendekatan ilmiah yakni menghindarkan penalaran logis,
karena penalaran logis mengakibatkan kerangka pemikiran hidup mendua artinya
suatu pemikiran yang selalu bertentangan antara subjek dengan objek atau
berorientasi pada adanya dua prinsip kehidupan yang saling bertentangan.


Nilai ajaran zen digunakan oleh
orang Jepang sebagai konsep pemahaman terhadap alam dan isinya, yakni tidak
terlepas dari kewajaran atau bersifat alami antara lain ; (1) kesederhanaan,
(2) ketidak-sempurnaan, dan (3) ketidak-abadian. Nilai nilai tersebut
terekspresi dalam konsep dasar pemahaman estetika wabi - sabi. Bagi
orang jepang ajaran zen Budhisme diekspresikan melalui konsep estetika
wabi
- sabi yang digunakan sebagai acuan dalam berpedoman, menatur dan
juga sebagai pengendali dalam mencipta maupun memahami suatu karya seni. Makna
dari wabi - sabi itu sendiri adalah kepasrahan (seijaku) dan
ketulusan dalam menghadapi pergantian waktu, sehingga rasa ketulusan dan
kepasrahan tersebut bagi orang Jepang diekspresikan ke dalam karya seninya
dengan melukiskan situasi keadaan hening, tenang dan diam.


Sehingga dapat dikatakan Zen Buddhisme
adalah sebuah aliran yang menekankan pentingnya meditasi dan mengkhususkan diri
dalam hal itu. Zen yang mewakili puncak spiritualitas dalam agama Buddha adalah
berintikan tentang transimi jiwa ajaran Buddha yang bersifat istimewa.[2]

2.      Sejarah aliran Zen


Jika kita pelajari sejarah agama Budha
dengan perhatian utama terhadap segi ini, hal yang lain segera menarik
perhatian kita adalah Agama-agama itu terpecah. Agama-agama selalu terpecah
belah. Dalam tradisi kita, agama yahudi kuno terpecah menjadi agama Israel dan
agama Judah, agama Kristen terpecah menjadi Gereja Timur dan Gereja Barat. Hal
yang sama juga terjadi pada agama Budha[3].
Agama Budha terpecah kedalam dua mazhab besar, yaitu Hinayana (perahu kecil)
dan Mahayana (perahu besar), kedua aliran tersebut memiliki arti yang berbeda.
Aliran Hinayana menyatakan bahwa dirinya adalah Jalan para sesepuh, dan pada
dasarnya memandang manusia sebagai pribadi, yang persamaan haknya tidak
bergantung kepada penyelamatan orang lain, sedangkan aliran Mahayana menyatakan
dirinya sebagai pemelihara semangat Budha yang asli, berdiri lurus pada garis
Ilhamnya, dan berpendirian sebaliknya, oleh karena kehidupan itu satu, nasib
seseorang berkaitan dengan nasib manusia seluruhnya. Kaum Mahayan bersifat
liberal dalam segala hal. berdasarkan sejarah simgkat diatas, aliran Theravada
bersatu dalam suatu trdisi tunggal yang utuh. Sebaliknya, Mahayana
terus-menerus pecah. Hal ini disebabkan oleh luasnya daerah penyebarannya,  perpecahan itu juga mungkin disebabkan oleh
sikap liberal agama tersebut terhadap berbagai perbedaan dalam lingkungannya.
Mazhab Mahayana ini berkembang menjadi tujuh aliran terbesar, yaitu: aliran
San-lun, aliran Wei-shih, aliran Tien-tai, aliran Hua-yen, aliran Chan, aliran
Ching-tu, dan aliran Cheng-yen[4]. Dan dalam buku Huston Smith
aliran perahu besar terpecah  dalam lima
paham. Yang satu menekankan iman, yang lainnya mengutamakan studi, yang
berikutnya menyandarkan diri pada rumus-rumus yang jitu, sedangkan yang keempat
mempunyai kecendrungan setengah poitik. Kita akan melewati keempat paham ini
dan akan menelaah aliran intuitif Mahayana yang terdapat dalam bentuknya paling
hidup dalam agama Budha aliran Zen di Jepang. Kata Zen adalah logat Jepang dari
perkataan Cina Cha’an, yang merupakan terjemahaan lebih lanjut dari perkataan sansekerta
dhayana yang berarti meditasi
(semadi) yang menghasilkan wawasan yang mendalam.


Seperti penganut
Mahayana lainnya, pengikut aliran zen Budhisme ini mengatakan bahwa, paham
mereka bersumber langsung dari Gautama sendiri. Ajaran beliau yang tercantum
dalam kitab Hukum  agama berbahasa Pali
adalah ajaran yang di ikuti banyak orang. Namun para pengikut Budha yang
mempunyai pandangan yang lebih luas, memperoleh dari gurunya sudut pandang  yang lebih tinggi, contoh yang paling tua
dari hal ini di temukan dalam “ Khotbah Sekuntum Bunga” Sang Budha. Sewaktu
berdiri di puncak sebuah bukit yang dikelilingi oleh para muridnya, pada
kesempatan itu Sang Budha tidak menggunakan kata-kata. Beliau hanya memegang
tinggi-tinggi sekuntum  bunga teratai
keemasan. Tidak seorangpun yang memahami 
makna gerakan yang gamblang itu kecuali Mahakasyapa, yang dengan senyum kecilnnya menunjukan bahwa ia
memahami butir ajaran tersebut.[5]
Oleh karena itu Budha pada masa hidupnya, menurut aliran chan tidak memberikan
dan membukakan ilmu tertinggi itu kepada siapapun  juga kecuali ia di angkat sebagai pengganti
Budha. Menurut silsilah didalam aliran Chan Mahakasyapa merupakan First Patriach (imam pertama), seorang
murid yang yang di pandang Sang Budha Gautama sanggup memahamkan simbol yang
dipakai oleh beliau. Aliran Zen ini merupakan pecahan dari aliran Mahayana. ,
yang memiliki arti perahu besar, maksud dari perahu besar adalah Aliran Chan di
Tiongkok itu dikenal di India dengan aliran Dhyana dan di jepang dikenal dengan
aliran Zen. Dhyana itu bermakna: meditasi ( Samadhi
). Chan dan Zen itu prubahan bunyi dari Dhyana, menurut dialek Tiongkok dan
dialek Jepang.


Ajaran zen pertama kali dibawa ke Cina
pada awal abad ke-6, oleh seorang pendeta India yang bernama Bodhidharma
(470-543). Bodhidharma adalah seorang pendeta yang mengajarkan Buddhisme lewat
metode Meditasi. Sehingga, Bodhidharma dianggap sebagai perintis ajaran Zen.
Banyak sekali cerita yang muncul mengenai Bodhidharma, salah satunya adalah
ketika Bodhidharma mencabut kelopak matanya lalu membuangnya karena merasa
kelopak mata itu selalu membuatnya tertidur ketika Meditasi Kelopak mata
tersebut, kemudian berubah menjadi pohon teh.


 Bodhidharma datang ke Tiongkok pada masa dinasti Liang (502-557M), beliau mula-mula sampai di Nanking. Sebenarnya apa yang diajarkan oleh Bodhidharma tidak menitik beratkan
teori-teori, yang penting adalah pengertian dan intuisi dari seorang siswa yang
timbul dari dalam batinnya sendiri di dalam usaha penghayatan terhadap Buddha
Dharma di samping adanya ketekunan di dalam meditasi dengan banyaknya cerita
mengenai kehebatan pendeta ini, maka banyak orang yang ingin berguru padanya.
Hanya saja Bodhidharma hanya mau menerima murid yang bersungguh-sungguh ingin
mendalami ajaran dan mengikuti jejak sang Budha. Bodhidharma menurunkan ajarannya Dhyana kepada
muridnya, Hui Khe yang menjkadi sespuh kedua aliran Cha’n di Cina. Demikian seterusnya, hingga dikenal enam sesepuh yaitu:

  1. Bodhidharma
  2. Hui Khe
  3. Shen Chie
  4. Tao Sin
  5. Hung Jen
  6. Hui Neng


 Setiap agama yang telah mengembangkan bahasa yang canggih
sampai taraf tertentu mengakui bahwa kata-kata dan akal manusia tidak dapat
mencapai kenyataan yang sesungguhnya., jika bukan merusak kenyataan itu
sendiri. Kekhususannya terletak pada kenyataan bahwa aliran ini amat menyadari
keterbatasan bahasa dan akal manusia, sehingga aliran ini mencurahkan perhatian
pokoknya untuk mencari cara mengatasi keterbatasan bahasa dan akal tersebut.
Hubungan Zen dengan akal ada dua: yaitu pertama, logika dan penjelasan Zen
hanya dapat dimengerti dari sudut tinjauan pengalaman yang secara mendasar
berbeda dari pengalaman kita biasa. Dan yang kedua, para guru besar Zen
bertekad kuat agar para siswanya benar-benar memperoleh pengalaman tersebut
secara langsung. Dan bukannya digantikan oleh kata-kata.


Ada tiga (3) jalan yang biasa ditempuh dalam latihan
Zen, yaitu 'Zazen' yang berarti meditasi duduk, yaitu sikap merenung
yang mendalam dengan cara diam berjam-jam dan bahkan berhari-hari. Sikap mana
dilanjutkan dengan 'Koan' yang berarti konsentrasi akan suatu masalah
tertentu, suatu masalah yang sulit yang sebenarnya tidak bisa dijawab, tetapi
bisa direnungkan. Sikap mana kemudian
dilanjutkan dengan 'Sanzen', yaitu bimbingan mengenai soal-soal
meditasi. Bila ketiga jalan ini dapat dijalankan dengan baik, seseorang akan
memasuki keadaan pencerahan 'Satori', yaitu suatu situasi santai yang
baru sekali ini dirasakan, satori adalah suatu pengalaman intuisi,
pengalaman
mistik bahwa ia tidak lagi berpribadi (an-atta/an-atman).


"Cara terbaik
untuk merasakan Zen yang benar dan mencapai satori adalah dengan meletakkan
jasmani dalam keadaan keseimbangan sempurna, sehingga keseimbangannya yang
teratur menghilangkan keberadaannya dari batin, seperti gigi tidak akan
diperhatikan bila sehat dan seorang teman yang benar-benar berkorban tidak
pernah memperhatikan pengorbanannya. Untuk mencapai keadaan yang seimbang ini,
kita ikuti aturan hidup fisik tertentu: pertama-tama buatlah postur yang benar,
kemudian aturlah nafas dan akhirnya tenangkan batin."


Aliran Zen itu bersikap agak bebas terhadap mempelajari
berbagai Mahayana-sutras, tidak hendak mengikatkan diri kepada sutras tertentu.
Begitupula terhadap aliran filsafat didalam mazhab Mahayana. Bahkan tidak
hendak memperbincangkan secara serius. Aliran Zen itu lebih mengutamakan
pendekatan secara intuitif [6]
bagi mencapai kesadaran tertinggi.


Titik berat ajarannya lebih mengutamakan disiplin, yakni
ketaatan dan khidmat yang sepenuhpenuhnya kepada sang guru, Cuma sang guru saja
secara resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid kepada pencerahan dan
kebenaran, guna mencapai kepribadian-Budha. Aliran Zen berpendirian bahwa
kepribadian-Budha itu hidup membenam dalam diri manusia, dan melalui renungan
di dalam semadi, maka kepribadian Budha itu dapat dilihat.


Isi kepribadian-Budha itu ialah kekosongan ( sunyata),
yakni, kosong dari setiap ciri-ciri khusus. Alam lahir dengan seluruh ciri-ciri
khusus itu Cuma tipuan-khayal (maya) belaka. Jalan satu-satunya bagi mendekaati
kebenaran terakhir itu ialah melalui samadhi, yang terbagi dalam dua macam:


(1).Tathagatha-Meditation, yaitu
cara samadhi dari Budha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.


(2.) Patriarchal-Meditation, yaitu
cara samadhi yang diajarkan Patriach Bodhidarma, meniadakan pemikiran dan
memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.

3Aliran-aliran budhisme

 Seiring dengan berjalannya waktu aliran Zen Budhisme
inipun melahirkan beberapa aliran Ada
beberapa sekte/aliran Cha’n/Zen yang berkembang menurut metode yang berbeda
atau keadaan setempat. Diantaranya sebagai
berikut:
  1. Aliran Lin Chi, dikembangkan oleh
    Master Lin Chi (kira-kira 850 M)
  2. Aliran Chau Tung, dikembangkan oleh
    Master Tung San Liang Chie (807-869) dan Chau San (840-901)
  3. Aliran Kuei Yang, dikembangkan oleh
    Kuei San (771-853) dan Yang San (807-883)
  4. Aliran Yun Men, dikembangkan oleh
    Yun Men (862-853)
  5. Aliran Fa Yen, dikembangkan oleh Fa
    Yen (885-958)
Zen kemudian berpecah menjadi 5 aliran, dan di kemudian, hari kelima aliran ini dilebur
menjadi dua aliran, yakni Tsao Tung (Soto) dan Lin Chi (Rinzai). Karena itu
sampai sekarang yang kita kenal hanyalah dua aliran Zen, yaitu Soto dan Rinzai yang pada abad ke-XII bermigrasi dari China ke Jepang. Aliran Soto menekankan
pencapaian pencerahan melalui meditasi tenang pengosongan pikiran
(kontemplasi), sedangkan aliran Rinzai menekankan pencapaian pencerahan melalui
meditasi yang diarahkan kepada aliran tertentu.
 
Datar Pustaka


Joesoef
Sou’yb.Agama-agama Besar di Dunia.Jakarta.Pt
Al Husna Zikra.1991


Huston
Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan
Obor Indonesia.2001

Sekkei Harada.
Hakikat
Zen.Jakarta.PT.Gramedia Pustaka Utama.2003

Albert Low.
Zen
and The Sutra.Jogjakarta.Ar-ruzz Media.2000







[1] Sekkei
Harada.Hakikat Zen. Jakarta.Gramedia
Pustaka Utama.2003




[2] Albert
Low.Zen and The Sutra.Jogjakarta.Ar-ruzz
Media.2000




[3] Huston
Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan
Obor Indonesia.2001.hal,156




[4] Joesoef Sou’yb.Agama-agama Besar di Dunia.Jakarta.Pt Al
Husna ZIkra.1996.hal,112




[5] Huston
Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan
Obor Indonesia.2001.hal,165




[6] Pendekatan secara
rohani

Waisak 2012 - Borobudur

Pengertian Waisak

Hari Raya Waisak memperingati tiga peristiwa saat purnamasidi di bulan Waisak. Tiga peristiwa itu adalah kelahiran Pangeran Sidharta Gautama tahun 623 SM di Taman Lumbini, India utara; pencerahan kebuddhaan pertapa Sidharta Gautama pada 588 SM di Bodhgaya; dan mangkatnya Buddha Gautama tahun 543 SM di Kusinara.
Waisak akan berarti apabila hikmah Waisak digunakan dalam kehidupan dewasa ini. Kejujuran merupakan sikap moral bagi tingkah laku, tutur kata, dan pemikiran untuk menyelesaikan berbagai masalah. Kejujuran adalah dasar setiap upaya menjadi pribadi yang kuat secara moral. Tanpa kejujuran, manusia tidak dapat berani menjadi diri sendiri.
Tidak jujur berarti tidak seia-sekata, atau belum sanggup mengambil sikap lurus. Padahal, sikap inilah yang menjadikan kita melakukan apa pun dengan tulus, disertai kesungguhan dari lubuk hati paling dalam.
Kejujuran bagi kehidupan masyarakat akan menumbuhkan sikap saling percaya yang sangat diperlukan bagi relasi sosial. Kepercayaan akan membantu kehidupan sosial tumbuh dalam bingkai persatuan-kesatuan, saling tolong untuk meraih cita-cita keadilan sosial dan kebahagiaan sosial.

meditasi..

Tripitaka




 

  1.  Mengenal Tripitaka
Agama Buddha lahir di negara india, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM.  sampai sekarang dari lahirnya Sidharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Ajaran sang Budha yang telah diajarkan oleh sang Budha kepada para siswanya melalui khotbah-khotbah beliau yang disampaikan dengan metode tanya jawab dan dialog antara snag Budha dengan para siswanya. Ajaran sang Budha tersebut disebut Dharma (Bahasa Sansekerta) atau Damma (Bahasa Pali). Dharma atau Damma ini baru dituliskan 400 tahun setelah wafatnya sang Budha.
Dharma atau Dhamma ini bersifat sederhana, obyektif dan dapat menghadapi tantangan logika dan ilmu. Dharma indah pada permulaannya, indah pada pertengahannya dan indah pula pada akhirnya. Dharma mengajarkan kepada kita untuk percaya kepada diri sendiri, tidak tergantung oleh orang lain secara melekat, dapat berdiri sendiri. Dengan kekuatan dan kepercayaan diri sendiri, umat Budha berusaha untuk mencapai kebahagiaan lahir batin dan kesempurnaan hidup.
Dharma mengajarkan bagaimana caranya kita melaksanakan perbuatan baik dan bagaimana caranya untuk mengindari perbuatan jahat. Dhamma mengajarkan tentang cinta kasih dan kasih sayang, tentang perasaan senang melihat kebahagiaan orang lain, membina keseimbangan batin, yang dapat menciptakan adanya keserasian antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat. Dhamma mengajarkan tentang sebab penderitaan dan jalan untuk membebaskan diri dari cengkeraman penderitaan.
Adapun ketiga kitab suci tersebut, secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:
  1. Kitab Suci Vinaya Vitaka
Kitab ini berisi peraturan tata tertib yang wajib dilaksanakan oleh para Bikkhu  yang juga berisi tentang kehidupan Sang Budha.
Adapun pembagian Vinaya Pitaka ialah:
  1. Sutta Vibhanga
Kitab Sutta Vibhanga berisi peraturan-peraturan bagi para bikhu atau bikhuni.



  1. Khandaka

Memuat peraturan dan uraian yang berkenaan dengan upacara penahbisan Bikhu, antara lain berisi peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran dan tata tertib penerimaan seorang Bikhu dan sebagainya.
  1. Parivara
Kitab Parivara memuat ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya, yang disusun dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.

  1. Kitab Suci Sutta Pitaka
Sutta Pitaka terdiri atas lima “kumpulan” (nikaya) atau buku, yaitu:
  1. Digha Nikaya
Merupakan buku pertama dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 34 Sutta Panjang, dan terbagi menjadi tiga Vagga, yaitu: Silakhandavagga, Mahavagga dan Patikavaga. Beberapa di antara Sutta-sutta yang terkenal ialah: Brahmajala Sutta (yang memuat 62 pandangan salah), Samannaphala Sutta (menguraikan buah kehidupan seorang Pertapa), Sigalovada Sutta (memuat patokan-patokan yang penting bagi kehidupan sehari-hari umat berumah tangga), Mahasati Patthana Sutta (memuat secara lengkap tuntunan untuk meditasi Pandangan Terang atau Vippasana), Mahapari Nibbana Sutta (Kisah mengenai hari-hari terakhir Sang Budha).
  1. Majjhima Nikaya
Merupakan buku kedua dari Sutta Pitaka yang memuat khotbah-khotbah menengah. Buku ini terdiri atas tiga bagian (Pannasa), dua Pannasa pertama terdiri atas 50 Sutta dan Pannasa terakhir terdiri atas 52 Sutta, seluruhnya berjumlah 152 Sutta. Beberapa sutta diantaranya ialah Ratthanapala Sutta, Vasetha Sutta, Angulimala Sutta, Anapanasti Sutta, Kayagatasati Sutta, dan sebagainya.
  1. Anguttara Nikaya
Merupakan buku ketiga dari Sutta Pitaka, yang terbagi atas sebelas Nipata (bagian) dan meliputi 9557 Sutta. Sutta-sutta disusun menurut urutan bernomor, untuk memudahkan pengingatan.
  1. Samyutta Nikaya
Merupakan buku keempat dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 7762 Sutta. Buku ini dibagi menjadi lima Vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta.
  1. Khuddaka Nikaya
Merupakan buku kelima dari Sutta Pitaka yang terdiri atas  kumpulan lima belas kitab.
  1. Abhidhamma pitaka
Abidhamma Pitaka berisi uraian filsafat Buddha Dhamma yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang, seperti: ilmu jiwa, logika, etika, metafisika.
Kitab ini terdiri atas tujuh jilid buku, yaitu:
  1. Dhammasangani
Menguraikan etika dari sudut pandang ilmu jiwa.
  1. Vibhanga
Menguraikan apa yang terdapat dalam buku dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini terbagi menjadi delapan bab (Vibhanga), dan masing-masing bab mempunyai tiga bagian: Suttantabhajaniya, Abidhammabhajaniya, dan Pannapuccakha atau daftar pertanyaan-pertanyaan.
  1. Dhatukatha/Katha Vatthu
Terutama bicarakan mengenai unsure-unsur batin. Buku ini terbagi menjadi empat belas bagian.
  1. Puggalapannatti
Menguraikan mengenai jenis-jenis watak manusia (punggala), yang dikelompokkan menurut urutan bernomor, dari kelompok satu sampai dengan sepuluh, sepuluh, seperti system dalam Kitab Angguttara Nikaya.
  1. Kathayattthu
Terdiri atas dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan (percakapan-percakapan Katha) dan sanggahan terhadap pandangan-pandangan salah yang dikemukakan oleh berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan teologi dan metafisika.
  1. Yamaka
Terbagi menjadi sepuluh bab (yang disebut Yamaka): Mula, Khandha, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma, dan Indriya.
  1. Patthana
Menerangkan mengenai “sebab-sebab” yang berkenaan dengan dua puluh empat Paccaya (hubungan-hubungan antara bathin dan jasmani).
A.  Catur Arya Satyni (empat kensunyataan arya/suci)
Cattari Ariya Satyani disebut juga empat kesunyataan suci atau empat kebenaran suci. Budha menguraikan empat kesunyataan mulia dalam khotbahnya yang memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mencapai pencerahan. Empat kemuliaan tersebut menjadi landasan bagi ajaran-ajaran yang lebih tinggi. Empat kebenaran yang mulia tersebut meliputi :
  1. Dukha
Kata ”dukkha” yang berasal dari bahasa Pali, sukar sekali untuk diwakilkan secara tepat oleh satu kata dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris karena memiliki makna yang dalam. Secara etimologi berasal dari kata ”du” yang berarti sukar dan kata ”kha” yang berarti dipikul, ditahan. Jadi kata ”du-kha” berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban. Pengertian dukha tidak sama dengan penderitaan. Dukha menunjukkan segala sesuatu yang tidak menyenangkan, tidak memuaskan tudak sempurna dan kebalikan dari apa yang kita harapkan.
  1. Dukha Samudaya
  2. Dukha Nirodha
  3. Dukha Nirodha gamitipipada
A.  Konsep Dukha dalam budha
Untuk memahami konsep dukha sangat penting jika Anda ingin memahami ajaran sentral dari Buddhisme. Kata dukha bukan saja merupakan kata kunci untuk Empat Kebenaran Mulia tetapi juga untuk ajaran penting lainnya dari Sang Buddha yaitu Tiga Karakteristik Dunia (Ti-lakkana) yang merupakan pandangan Buddhis dari dunia ini dan merupakan salah satu filosofi dari Hukum saling ketergantungan, empat kesunyataan mulia dengan jalan Beruas Delapan. (paticca samuppada) yang merupakan pemahaman Buddha tentang bagaimana segala sesuatu bekerja dan berhubungan satu sama lain untuk keberadaan mereka. Jadi tidak memahami dukha dalam arti sebenarnya berarti tidak memahami ajaran Buddha itu sendiri. Sebagai hasilnya, Anda bisa menjadi memiliki sikap pesimis, tidak hanya terhadap agama Buddha tapi mungkin terhadap kehidupan Anda sendiri juga.
  1. Hukum Karma
Perbuatan manusia ketika hidup di dunia: hidup sbg umat Tuhan itu sekadar melakukan darma dan --; (2) hukum sebab-akibat: -- bukan hanya menguasai manusia, tetapi juga merupakan suatu hukum mutlak dari alam. Dalam kegiatan sehari-hari kita sering mendengar kata “Karma”. Panggunaan kata “Karma” ini pada umumnya ditujukan untuk manggambarkan hal-hal yang tidak baik; karma selalu dihubungkan dengan karma buruk. Padahal sebetulnya karma bukan hanya karma buruk tetapi juga ada karma baik. Selain sebagai karma buruk, konsep karma juga sering diidentikkan sebagai satu-satunya penyebab kejadian. Kita menganggap setiap keadaan buruk selalu disebabkan oleh karma, semuanya tergantung pada karma. Konsep yang demikian ini dapat berakibat menurunkan semangat juang atau semangat hidup kita. Padahal karma bukan satu-satunya penyebab kejadian, melainkan hanya salah satunya; masih terdapat banyak faktor yang ikut menentukan dan menyebabkan karma berbuah. Konsep yang menganggap bahwa karma selalu karma buruk dan sebagai satu-satunya penyebab kejadian ini dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang salah dan merupakan kelemahan terhadap penjelasan hukum karma.
Hukum Karma adalah hukum perbuatan yang akan menimbulkan akibat dan hasil perbuatan (kamma-vipaka dan kamma-phala), Hukum kamma bersifat mengikuti setiap Kamma, mutlak-pasti dan harmonis-adil.
Klasifikasi Kamma:
PEMBAGIAN KARMA MENURUT FUNGISNYA:

1. Janaka-kamma: Kamma yang berfungsi menyebabkan timbulnya suatu syarat untuk kelahiran makhluk-makhluk. Tugas dari Janaka-kamma adalah melahirkan Nama-Rupa:
Janaka-kamma melaksanakan Punarbahava, yaitu kelahiran kembali dari makhluk-makhluk di 31 alam kehidupan (lapisan kesadaran) sebelum mereka mencapai pembebasan Arahat.
2. Upatthambaka-kamma: Kamma yang mendorong terpeliharannya suatu akibat dari suatu sebab yang telah timbul. Mendorong kusala atau akusala-kamma yang telah terjadi agar tetap berlaku.
3. Upapilaka-kamma: Kamma yang menekan kamma yang berlawanan agar mencapai kesetimbangan dan tidak membuahkan hasil. Kamma ini menyelaraskan hubungan antara kusala-kamma dengan akusala-kamma.
4. Upaghataka-kamma: Kamma yang meniadakan atau menghancurkan suatu akibat yang telah timbul, dan menyuburkan kamma yang baru. Maksudnya kamma yang baru itu adalah garuka-kamma, sehingga akibatnya mengatasi semua kamma yang lain.

PEMBAGIAN KAMMA MENURUT KEKUATANNYA:
Garuka Kamma Adalah kamma yang berat dan bermutu. Akibat dari kamma ini dapt timbul dalm atu kehidupan, maupun kehidupan berikutnya. Garuka kamma terdiri dari:

a. Akusala-garuka-kamma
b. Kusala-garuka-kamma

Akusala-garuka-kamma
Kamma yang berat terdiri dari 2 kelompok, yaitu:
1.  Niyatamicchaditthi, yaitu pandangan yang salah. Maksudnya memandang yang salah adalah benar dan yang benar diartikan salah.

Kusala-garuka-kamma
Adalah perbuatan “bermutu”, yaitu dengan bermeditasi , hingga mencapai tingkat kesadaran jhana. Ia akan dilahirkan di alam sorga atau lapisan kesadaran yang tinggi, yang berbentuk atau tanpa bentuk (16 rupa-bhumi dan 4 arupa-bhumi)

2. Asanna-kamma
Kamma yang dilakukan sebelum saat mati seseorang, baik lahir maupun batin, terutama dengan pikiran. Misalnya memikirkan perbuatan baik atau jahat yang telah dilakukan di masa lalu. Jadi mempunyai pikiran yang baik di kala akan meninggal adalah merupakan hal yang penting, yang akan menentukan bentuk kehidupan berikutnya menjadi lebh baik. Asanna-kamma berlaku apabila tidak melakukan garuka-kamma.
3. Acinna-kamma atau Bahula-kamma
Apabila seorang dalam hidupnya tidak melakukan garuka-kamma dan di saat akan meninggal tidak pula melakukan Asanna-kamma, maka yang menentukan corak kelahiran berikutnya adalah acinna-kamma. Acinna-kamma atau Bahula-kamma adalah kamma kebiasaan, baik dengan kata-kata, perbuatan maupun pikiran. Walaupun seorang hanya sekali berbuat baik, namun karena selalu diingat, menimbulkan kebahagiaan hingga menjelang kematiannya, hal ini akan menyebabkan kelahiran berikutnya mnjadi baik. Demikian juga seorang yang hanya seklain bernuat jahat, karena selalu diingat menimbulkan kegelisahan hingga akhir hidupnya, sehingga akan lahir di alam yang tidak baik.

4. Katatta-kamma
Bila seorang tidak berbuat Garuka-kamma, Asanna-kamma atau Acinna-kamma, maka yang menentukan bentuk kehidupan berikutnya adalah katatta-kamma, yaitu kamma yang ringan-ringan, yang pernah diperbuat dalam hidupnya.