Rabu, 23 Mei 2012

Tripitaka




 

  1.  Mengenal Tripitaka
Agama Buddha lahir di negara india, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM.  sampai sekarang dari lahirnya Sidharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Ajaran sang Budha yang telah diajarkan oleh sang Budha kepada para siswanya melalui khotbah-khotbah beliau yang disampaikan dengan metode tanya jawab dan dialog antara snag Budha dengan para siswanya. Ajaran sang Budha tersebut disebut Dharma (Bahasa Sansekerta) atau Damma (Bahasa Pali). Dharma atau Damma ini baru dituliskan 400 tahun setelah wafatnya sang Budha.
Dharma atau Dhamma ini bersifat sederhana, obyektif dan dapat menghadapi tantangan logika dan ilmu. Dharma indah pada permulaannya, indah pada pertengahannya dan indah pula pada akhirnya. Dharma mengajarkan kepada kita untuk percaya kepada diri sendiri, tidak tergantung oleh orang lain secara melekat, dapat berdiri sendiri. Dengan kekuatan dan kepercayaan diri sendiri, umat Budha berusaha untuk mencapai kebahagiaan lahir batin dan kesempurnaan hidup.
Dharma mengajarkan bagaimana caranya kita melaksanakan perbuatan baik dan bagaimana caranya untuk mengindari perbuatan jahat. Dhamma mengajarkan tentang cinta kasih dan kasih sayang, tentang perasaan senang melihat kebahagiaan orang lain, membina keseimbangan batin, yang dapat menciptakan adanya keserasian antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat. Dhamma mengajarkan tentang sebab penderitaan dan jalan untuk membebaskan diri dari cengkeraman penderitaan.
Adapun ketiga kitab suci tersebut, secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:
  1. Kitab Suci Vinaya Vitaka
Kitab ini berisi peraturan tata tertib yang wajib dilaksanakan oleh para Bikkhu  yang juga berisi tentang kehidupan Sang Budha.
Adapun pembagian Vinaya Pitaka ialah:
  1. Sutta Vibhanga
Kitab Sutta Vibhanga berisi peraturan-peraturan bagi para bikhu atau bikhuni.



  1. Khandaka

Memuat peraturan dan uraian yang berkenaan dengan upacara penahbisan Bikhu, antara lain berisi peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran dan tata tertib penerimaan seorang Bikhu dan sebagainya.
  1. Parivara
Kitab Parivara memuat ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya, yang disusun dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.

  1. Kitab Suci Sutta Pitaka
Sutta Pitaka terdiri atas lima “kumpulan” (nikaya) atau buku, yaitu:
  1. Digha Nikaya
Merupakan buku pertama dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 34 Sutta Panjang, dan terbagi menjadi tiga Vagga, yaitu: Silakhandavagga, Mahavagga dan Patikavaga. Beberapa di antara Sutta-sutta yang terkenal ialah: Brahmajala Sutta (yang memuat 62 pandangan salah), Samannaphala Sutta (menguraikan buah kehidupan seorang Pertapa), Sigalovada Sutta (memuat patokan-patokan yang penting bagi kehidupan sehari-hari umat berumah tangga), Mahasati Patthana Sutta (memuat secara lengkap tuntunan untuk meditasi Pandangan Terang atau Vippasana), Mahapari Nibbana Sutta (Kisah mengenai hari-hari terakhir Sang Budha).
  1. Majjhima Nikaya
Merupakan buku kedua dari Sutta Pitaka yang memuat khotbah-khotbah menengah. Buku ini terdiri atas tiga bagian (Pannasa), dua Pannasa pertama terdiri atas 50 Sutta dan Pannasa terakhir terdiri atas 52 Sutta, seluruhnya berjumlah 152 Sutta. Beberapa sutta diantaranya ialah Ratthanapala Sutta, Vasetha Sutta, Angulimala Sutta, Anapanasti Sutta, Kayagatasati Sutta, dan sebagainya.
  1. Anguttara Nikaya
Merupakan buku ketiga dari Sutta Pitaka, yang terbagi atas sebelas Nipata (bagian) dan meliputi 9557 Sutta. Sutta-sutta disusun menurut urutan bernomor, untuk memudahkan pengingatan.
  1. Samyutta Nikaya
Merupakan buku keempat dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 7762 Sutta. Buku ini dibagi menjadi lima Vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta.
  1. Khuddaka Nikaya
Merupakan buku kelima dari Sutta Pitaka yang terdiri atas  kumpulan lima belas kitab.
  1. Abhidhamma pitaka
Abidhamma Pitaka berisi uraian filsafat Buddha Dhamma yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang, seperti: ilmu jiwa, logika, etika, metafisika.
Kitab ini terdiri atas tujuh jilid buku, yaitu:
  1. Dhammasangani
Menguraikan etika dari sudut pandang ilmu jiwa.
  1. Vibhanga
Menguraikan apa yang terdapat dalam buku dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini terbagi menjadi delapan bab (Vibhanga), dan masing-masing bab mempunyai tiga bagian: Suttantabhajaniya, Abidhammabhajaniya, dan Pannapuccakha atau daftar pertanyaan-pertanyaan.
  1. Dhatukatha/Katha Vatthu
Terutama bicarakan mengenai unsure-unsur batin. Buku ini terbagi menjadi empat belas bagian.
  1. Puggalapannatti
Menguraikan mengenai jenis-jenis watak manusia (punggala), yang dikelompokkan menurut urutan bernomor, dari kelompok satu sampai dengan sepuluh, sepuluh, seperti system dalam Kitab Angguttara Nikaya.
  1. Kathayattthu
Terdiri atas dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan (percakapan-percakapan Katha) dan sanggahan terhadap pandangan-pandangan salah yang dikemukakan oleh berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan teologi dan metafisika.
  1. Yamaka
Terbagi menjadi sepuluh bab (yang disebut Yamaka): Mula, Khandha, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma, dan Indriya.
  1. Patthana
Menerangkan mengenai “sebab-sebab” yang berkenaan dengan dua puluh empat Paccaya (hubungan-hubungan antara bathin dan jasmani).
A.  Catur Arya Satyni (empat kensunyataan arya/suci)
Cattari Ariya Satyani disebut juga empat kesunyataan suci atau empat kebenaran suci. Budha menguraikan empat kesunyataan mulia dalam khotbahnya yang memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mencapai pencerahan. Empat kemuliaan tersebut menjadi landasan bagi ajaran-ajaran yang lebih tinggi. Empat kebenaran yang mulia tersebut meliputi :
  1. Dukha
Kata ”dukkha” yang berasal dari bahasa Pali, sukar sekali untuk diwakilkan secara tepat oleh satu kata dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris karena memiliki makna yang dalam. Secara etimologi berasal dari kata ”du” yang berarti sukar dan kata ”kha” yang berarti dipikul, ditahan. Jadi kata ”du-kha” berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban. Pengertian dukha tidak sama dengan penderitaan. Dukha menunjukkan segala sesuatu yang tidak menyenangkan, tidak memuaskan tudak sempurna dan kebalikan dari apa yang kita harapkan.
  1. Dukha Samudaya
  2. Dukha Nirodha
  3. Dukha Nirodha gamitipipada
A.  Konsep Dukha dalam budha
Untuk memahami konsep dukha sangat penting jika Anda ingin memahami ajaran sentral dari Buddhisme. Kata dukha bukan saja merupakan kata kunci untuk Empat Kebenaran Mulia tetapi juga untuk ajaran penting lainnya dari Sang Buddha yaitu Tiga Karakteristik Dunia (Ti-lakkana) yang merupakan pandangan Buddhis dari dunia ini dan merupakan salah satu filosofi dari Hukum saling ketergantungan, empat kesunyataan mulia dengan jalan Beruas Delapan. (paticca samuppada) yang merupakan pemahaman Buddha tentang bagaimana segala sesuatu bekerja dan berhubungan satu sama lain untuk keberadaan mereka. Jadi tidak memahami dukha dalam arti sebenarnya berarti tidak memahami ajaran Buddha itu sendiri. Sebagai hasilnya, Anda bisa menjadi memiliki sikap pesimis, tidak hanya terhadap agama Buddha tapi mungkin terhadap kehidupan Anda sendiri juga.
  1. Hukum Karma
Perbuatan manusia ketika hidup di dunia: hidup sbg umat Tuhan itu sekadar melakukan darma dan --; (2) hukum sebab-akibat: -- bukan hanya menguasai manusia, tetapi juga merupakan suatu hukum mutlak dari alam. Dalam kegiatan sehari-hari kita sering mendengar kata “Karma”. Panggunaan kata “Karma” ini pada umumnya ditujukan untuk manggambarkan hal-hal yang tidak baik; karma selalu dihubungkan dengan karma buruk. Padahal sebetulnya karma bukan hanya karma buruk tetapi juga ada karma baik. Selain sebagai karma buruk, konsep karma juga sering diidentikkan sebagai satu-satunya penyebab kejadian. Kita menganggap setiap keadaan buruk selalu disebabkan oleh karma, semuanya tergantung pada karma. Konsep yang demikian ini dapat berakibat menurunkan semangat juang atau semangat hidup kita. Padahal karma bukan satu-satunya penyebab kejadian, melainkan hanya salah satunya; masih terdapat banyak faktor yang ikut menentukan dan menyebabkan karma berbuah. Konsep yang menganggap bahwa karma selalu karma buruk dan sebagai satu-satunya penyebab kejadian ini dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang salah dan merupakan kelemahan terhadap penjelasan hukum karma.
Hukum Karma adalah hukum perbuatan yang akan menimbulkan akibat dan hasil perbuatan (kamma-vipaka dan kamma-phala), Hukum kamma bersifat mengikuti setiap Kamma, mutlak-pasti dan harmonis-adil.
Klasifikasi Kamma:
PEMBAGIAN KARMA MENURUT FUNGISNYA:

1. Janaka-kamma: Kamma yang berfungsi menyebabkan timbulnya suatu syarat untuk kelahiran makhluk-makhluk. Tugas dari Janaka-kamma adalah melahirkan Nama-Rupa:
Janaka-kamma melaksanakan Punarbahava, yaitu kelahiran kembali dari makhluk-makhluk di 31 alam kehidupan (lapisan kesadaran) sebelum mereka mencapai pembebasan Arahat.
2. Upatthambaka-kamma: Kamma yang mendorong terpeliharannya suatu akibat dari suatu sebab yang telah timbul. Mendorong kusala atau akusala-kamma yang telah terjadi agar tetap berlaku.
3. Upapilaka-kamma: Kamma yang menekan kamma yang berlawanan agar mencapai kesetimbangan dan tidak membuahkan hasil. Kamma ini menyelaraskan hubungan antara kusala-kamma dengan akusala-kamma.
4. Upaghataka-kamma: Kamma yang meniadakan atau menghancurkan suatu akibat yang telah timbul, dan menyuburkan kamma yang baru. Maksudnya kamma yang baru itu adalah garuka-kamma, sehingga akibatnya mengatasi semua kamma yang lain.

PEMBAGIAN KAMMA MENURUT KEKUATANNYA:
Garuka Kamma Adalah kamma yang berat dan bermutu. Akibat dari kamma ini dapt timbul dalm atu kehidupan, maupun kehidupan berikutnya. Garuka kamma terdiri dari:

a. Akusala-garuka-kamma
b. Kusala-garuka-kamma

Akusala-garuka-kamma
Kamma yang berat terdiri dari 2 kelompok, yaitu:
1.  Niyatamicchaditthi, yaitu pandangan yang salah. Maksudnya memandang yang salah adalah benar dan yang benar diartikan salah.

Kusala-garuka-kamma
Adalah perbuatan “bermutu”, yaitu dengan bermeditasi , hingga mencapai tingkat kesadaran jhana. Ia akan dilahirkan di alam sorga atau lapisan kesadaran yang tinggi, yang berbentuk atau tanpa bentuk (16 rupa-bhumi dan 4 arupa-bhumi)

2. Asanna-kamma
Kamma yang dilakukan sebelum saat mati seseorang, baik lahir maupun batin, terutama dengan pikiran. Misalnya memikirkan perbuatan baik atau jahat yang telah dilakukan di masa lalu. Jadi mempunyai pikiran yang baik di kala akan meninggal adalah merupakan hal yang penting, yang akan menentukan bentuk kehidupan berikutnya menjadi lebh baik. Asanna-kamma berlaku apabila tidak melakukan garuka-kamma.
3. Acinna-kamma atau Bahula-kamma
Apabila seorang dalam hidupnya tidak melakukan garuka-kamma dan di saat akan meninggal tidak pula melakukan Asanna-kamma, maka yang menentukan corak kelahiran berikutnya adalah acinna-kamma. Acinna-kamma atau Bahula-kamma adalah kamma kebiasaan, baik dengan kata-kata, perbuatan maupun pikiran. Walaupun seorang hanya sekali berbuat baik, namun karena selalu diingat, menimbulkan kebahagiaan hingga menjelang kematiannya, hal ini akan menyebabkan kelahiran berikutnya mnjadi baik. Demikian juga seorang yang hanya seklain bernuat jahat, karena selalu diingat menimbulkan kegelisahan hingga akhir hidupnya, sehingga akan lahir di alam yang tidak baik.

4. Katatta-kamma
Bila seorang tidak berbuat Garuka-kamma, Asanna-kamma atau Acinna-kamma, maka yang menentukan bentuk kehidupan berikutnya adalah katatta-kamma, yaitu kamma yang ringan-ringan, yang pernah diperbuat dalam hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar