BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dunia ini terdapat beberapa negara yang
menyebar dan memulai awal peradabannya, masing- masing dalam memulai
peradabannya biasanya banyak perubahan-perubahan yang terjadi. Maka dalam
makalah ini kami akan membahas. Peradaban di Cina dimulai dari pradaban di
sungai kuning atau sungai Huang-Ho. Sungai huang ho
adalah sungai yang terletak di daerah pegunungan Kwen-Lun di Tibet.
Setelah melalui daerah pengunungan Cina Utara, sungai panjang yang membawa
lumpur kuning itu membentuk dataran rendah Cina dan bermuara di Teluk Tsii-Li
di Laut Kuning. Sedang didataran tinggi sebelah selatan mengalir Sungai Yang
Tse Kiang yang berhulu di PegununganKwen-Lun (Tibet) dan bermuara di
Laut Cina Timur. Peradaban lembah sungai Kuning merupakan salah
satu pelopor dari kebudayaan dunia. Sejak masa purba sampai
sekarang, peradaban Cina ini mampu bertahan dan terus berkembangdi negeri Cina.
Sebagaimana peradaban-peradaban kuno yang lain,
peradaban Cina ini berkembang di sekitar lembah sungai Kuning
sejak 5000 tahun yang lalu. Lembah Sungai HoangHo merupakan salah satu daerah
yang subur di Tiongkok. Disebut Sungai Kuning´ karena pada saat terjadi banjir,
Sungai Hoang Ho membawa lumpur berwarna kuning. Demikian pula laut dimana
sungai tersebut mengalir sebagai muaranya disebut Laut Kuning. Dalam peradaban
sungai kuning Huang-ho juga terjadi perubahan teknologi, sistem
pemerintahan, dan dinasti yang berkuasa. Oleh sebab itu untuk lebih
jelasnya saya akan mengulas peradaban lembah sungai kuning Huang-Ho.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana peradaban lembah sungai kuning?
2.
Dimana letak geografis lembah sungai kuning?
3.
Bagaimana system social kemasyarakatan di lembah sungai kuning?
4.
Bagaimana system pertanian pada masa peradaban sungai
kuning?
5.
Bagaimana kebudyaan di lembah sungai kuning?
6.
Bagaimana system pemerintahan di lembah sungai kuning?
7.
Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa peradaban
sungai kuning?
8.
Bagaimana perkembangan arsitektur padamasa peradaban sungai
kuning?
9.
Bagaimana perkembangan Astronomi pada masa peradaban sungai kuning?
10.
Bagaimana perkembangan Aksara dan Bahasa pada masa China Kuno?
11.
Bagaimana Ritual da kepercayaan pada masa China Kuno?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis



Wilayah Pegunungan Cina terbagi menjadi 2 yaitu
Pegunungan Cina Utara dan Pegunungan Cina Selatan.“Di dataran tinggi sebelah
Utara mengalir sungai Hoang Ho, yang berhulu di pegunungan Kwen Lun di Tibet
dan bermara di laut Kuning . . .Di dataran tinggi sebelah Selatan mengalir
sungai Yang Tse , yang berhulu di pegunungan Kwen Lun dan bermuara di Laut Cina
timur.“Di hilir kedua sungai besar tersebut, terdapat dataran rendah Cina yang
subur. Kedua sungai besar itu merupakan urat nadi kehidupan bangsa Cina.[1]
Hilir sungai Hwang Ho (sungai kuning) yang subur
tersebut ditanami dengan gandum. Padi di tanam di hilir sungai Yang Tse .Daerah
subur di Cina terletak pada daerah aliran sungai besar. Dataran rendah yang
subur tersebut di antaranya di “China tengah yang luasnya mencapai 300.000
km² dan dialiri oleh Sungai Kuning atau Huanghe.”[2]
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dataran rendah
pada aliran sungai Hwang Ho memiliki tanah yang subur, begitu juga dengan
lembah sungai yang berada dihilirnya (hilir sungai Hwang Ho dan Yang Tse).
Sungai Hwang Ho memiliki panjang 5.464 km, sungai ini
merupakan sungai terpanjang kedua di Tiongkok setelah Sungai Panjang (Yang Tse
).Sungai Kuning atau Hwang-Ho bersumber di daerah pegunungan Kwen-Lun di Tibet.
Setelah melalui daerah pengunungan Cina Utara, sungai panjang yang membawa
lumpur kuning itu membentuk dataran rendah Cina dan bermuara di Teluk Tsii-Li
di Laut Kuning. Sedang di dataran tinggi sebelah selatan mengalir Sungai Yang
Tse Kiang yang berhulu di Pegunungan Kwen-Lun (Tibet) dan bermuara di Laut Cina
Timur.[3]
Peradaban Lembah Sungai Kuning adalah peradaban bangsa Cina yang muncul di
lembah Sungai Kuning (Hwang Ho atau yang sekarang disebut Huang
He). Sungai Hwang Ho disebut sebagai Sungai
Kuning karena membawa lumpur kuning sepanjang
alirannya. Sungai ini
bersumber dari Pegunungan Kwen-Lun di Tibet dan
mengalir melalui daerah Pegunungan Cina Utara hingga
membentuk dataran rendah dan bermuara di Teluk Tsii-Li, Laut Kuning. Pada daerah lembah sungai
yang subur inilah kebudayaan bangsa Cina berawal. Dalam
sejarah, daerah tersebut menyulitkan masyarakat Cina kuno untuk
melaksanakan aktivitas hidupnya karena terjadinya pembekuan es di musim dingin dan ketika es mulai mencair akan terjadi banjir serta air bah. Berbagai
kesulitan dan tantangan tersebut mendorong bangsa Cina untuk berpikir dan
mengatasinya dengan pembangunan tanggul raksasa di sepanjang sungai tersebut.
B. Sistem Sosial Kemasyarakatan
Secara social kemasyarakatan, terlihat pada dinasti
Shang (yang nanti akan dijelaskan kemudian), namun yang jelas bahwa ini
bukanlah masyarakat egalitarian. Shang menunjukkan kesenangan luar biasa pada
hierarki dan peringkat yang akan menjadi salah satu ciri khas peradaban Cina.
Sebagai putra Di, sang raja berada di puncak pirmida feodal, sendirian di
kastanya. Peringkat selanjutnya adalah para pangeran kerajaan, penguasa
berbagai kota Shang, di bawah mereka adalah kepala keluarga-keluarga terhormat
yang memegang jabatan di istana, dan para bangsawan yang memperoleh pendapatan
dari wilayah pedesaan di luar dinding-dinding kota. Akhirnya, pada bagian dasar
piramida feodal, adalah rakyat biasa, kasta prajurit.[4]
Kehidupan kota kaum terhormat Dinasti Shang nyaris
sama sekali tidak punya kesamaan dengan kehidupan komunitas petani yang
menanami tanah itu. Kaum aristocrat menganggap mereka hamper bukan manusia,
namun seperti kaum barbar, petani juga punya pengaruh yang terus bertahan pada
budaya Cina. Para petani ini mengidentifikasi diri dengan
tanah, dan masyarakat mereka diatur oleh pembedaan antara musim dingin dan
musim panas. Pada musim semi, musim bekerja dimulai. Kaum lelaki bergerak ke
luar desa dan mendirikan pondok-pondok permanen di lading; selama musim bekerja
mereka tidak ada kontak dengan istri dan anak perempuan mereka, kecuali ketika
kaum perempuan itu membawakan makanan mereka. Setelah panen, tanah itu
diistirahatkan dan para pria kembali ke rumah. Mereka menutup tempat tinggal
mereka dan terus berada di dalam rumah selama musim dingin. Ini merupakan
periode sabbatical, untuk bersitirahat dan menyembuhkan diri, tetapi kaum
wanita yang tidak punya banyak pekerjaan selama musim panas, kini memulai musim
bekerja mereka, seperti menenun, memintal, dan membuat minuman anggur.
Pergantian ini mungkin telah berkontribusi pada konsep
Yin dan Yang Cina. Yin
adalah aspek perempuan dari realitas. Seperti kaum perempuan petani, musimnya
adalah musim dingin, aktifitasnya bersifat ke dalam, dan dilakukan di
dalam tempat-tempat yang gelap dan
tertutup. Yang adalah aspek laki-laki, aktif pada musim panas dan siang hari,
ia merupakan kekuatan yag bersifat ke luar dan hasilnya berlimpah. [5]
C. Sistem Pertanian
Pada bagian hilir dari Sungai Kuning,
terdapat dataran rendah Cina yang subur dan
merupakan pusat kehidupan bangsa Cina. Masyarakat Cina umumnya bercocok
tanam gandum, padi, teh, jagung, dan kedelai. Kegiatan pertanian Cina Kuno
memang sudah dikenal sejak zaman Neolitikum ( 5000 SM) dan
tanaman pangan utama yang ditanam adalah
padi. Pada zaman perunggu, prioritas pokok dalam pertanian rakyat Cina
adalah padi, teh, kacang kedelai, dan rami.
Kegiatan pertanian mengalami kemajuan pesat dalam pemerintahan Dinasti Qin (221-206
SM). Di masa itu, masyarakat Cina telah menerapkan sistem pertanian yang
intensif dengan penggunaan pupuk,
irigasi yang baik, dan perluasan lahan gandum.
Pada daerah yang subur itu masyarakat Cina hidup
bercocok tanam seperti menanam gandum, padi, teh, jagung dan kedelai. Pertanian
Cina kuno sudah dikenal sejak zaman Neolitikum, yakni sekitar tahun 5000 SM.
Kemudian pada masa pemerintahan Dinasti Chin (221-206 SM) terjadi kemajuan yang
mencolok dalam sistem pertanian. Pada masa ini pertanian sudah diusahakan
secara intensif. Pupuk sudah dikenal untuk menyuburkan tanah. Kemudian
penggarapan lahan dilakukan secara teratur agar kesuburan tanah dapat bertahan.
Irigasi sudah tertata dengan baik. Pada masa ini lahan gandum sudah diusahakan
secara luas.[6]
D. Kebudayaan
Di Lembah Sungai Hwang-Ho yang subur ini, pada tahun
2500 SM, tumbuh peradaban manusia yang didukung oleh bangsa Han. Bangsa
tersebut merupakan campuran ras Mongoloid dengan ras Kaukasoid. Menurut cerita,
pada sekitar 1800-1600 SM di Lembah Sungai Hwang-Ho telah berdiri pemerintahan
Dinasti Hsia dengan dasar budaya perunggu, tetapi masyarakatnya belum mengenal
tulisan.
Nama bangsa Han diambil dari nama dinasti yang pernah
memerintah pada 206SM-221M. Orang Cina juga menyebut dirinya dengan bangsa
Tang, mengambil dari nama dinasti yang pernah memerintah pada 618M-906M
dengan gilang gemilang.
Masyarakat Cina kuno
telah mengenal tulisan sejak 1500 SM yang ditulis pada kulit penyu atau bambu.
Pada awalnya huruf Cina yang dibuat sangat sederhana, yaitu satu lambang untuk satu
pengertian. Pada masa pemerintahan Dinasti Han, seni sastra
Cina kuno berkembang pesat seiring dengan ditemukannya kertas.
Ajaran Lao Zi, Kong Fu Zi, dan Meng Zi banyak dibukukan baik oleh filsuf itu sendiri maupun para
pengikutnya . Pada masa pemerintahan Dinasti Tang, hidup dua orang
pujangga terkemuka yang banyak menulis puisi kuno, yaitu Li Tai Po dan Tu Fu.
Selain berupa sastra, kebudayaan Cina yang muncul dan berkembang dilembah
Sungai Kuning adalah seni lukis, keramik, kuil, dan istana. Perkembangan
seni lukis terlihat dari banyaknya lukisan hasil karya tokoh
ternama yang menghiasi istana dan kuil. Lukisan yang dipajang umumnya
berupa lukisan alam semesta, lukisan
dewa-dewa, dan lukisan raja yang pernah memerintah. Keramik Cina
merupakan hasil kebudayaan rakyat yang bernilai sangat tinggi dan menjadisalah satu komoditi perdagangan saat itu.
Rakyat Cina menganggap bahwa kaisar atau raja merupakan
penjelmaan dewa sehingga istana untuk sang raja dibangun dengan
indah dan megah. Hasil kebudayaan Cina yang terkenal hingga saat
ini adalah Tembok Besar Cina yang
dibangun pada masa Dinasti Qin untuk menangkal
serangan dari musuh di bagian utara Cina. Kaisar Qin Shi Huang menghubungkan dinding-dinding
pertahanan yang telah dibangun tersebut menjadi tembok raksasa dengan
sepanjang 7000 km.
E. Pemerintahan
Dalam perjalan sejarahnya, ada dua macam sistem
pemerintahan yang pernah dianut dalam kehidupan kenegaraan Cina kuno, yaitu:
Sistem Pemerintahan Feodal, dalam masa pemerintahan ini, kaisar tidak menangani
langsung urusan kenegaraan. Kondisi ini berlatar belakang bahwa kedudukan
kaisar bersifat sakral. Kaisar dihormati sebagai utusan atau bahkan anak dewa
langit, sehingga tidak layak mengurusi politik praktis. Sistem Pemerintahan
Unitaris, kaisar berkuasa mutlak dalam memerintah. Kekuasaan negara berpusat di
tangan kaisar, sehingga kaisar campur tangan dalam segala urusan politik
praktis.
Sejarah mencatat terdapat banyak dinasti
yang membangun Cina menjadi bangsa besar, Cina pun
memasuki fase pasang surut kekuasaan, tercerai berai, dan mencapai puncak
kekuasaannya. Secara umum, pusat kekuasaan dinasti di Cina berada di bagian
utara , pada sebuah lembah dimana aliran sungai Hwang Ho di utara bertemu
dengan sungai Yang Tse di selatan. Beberapa dinasti yang menonjol dalam sejarah
Cina:
1.
Dinasti
Xia (s. 2200-1600). Tidak ada bukti arkeologis atau documenter tentang Xia,
tetapi ada kemungkinan ada semacam kerajaan di dataran luas itu pada akhir
millennium ketiga. Peradaban datang dengan lambat dan penuh rintangan ke Cina.
Dataran luas itu terisolasi dari wilayah-wilayah sekelilingnya oleh
pegunungan tinggi dan tanah berawa yang
tak dapat dihuni. Iklimnya keras, dengan musim panas yang memanggang dan musim
dingin yang menusuk tulang, ketika koloni itu diserang oleh angin berpasir yang
membekukan. Sungai kuning sulit untuk dinavigasi dan gampang meluap. Para
pemukim awal harus menggali kanal-kanal untuk mengeringkan tanah berawa dan
membangun tanggul agar banjir tak menghancurkan lading-ladang. Orang Cina tidak
punya ingatan sejarah tentang orang-orang yang telah menciptakan karya-karya
kuno ini, tetapi mereka menyampaikan berbagai kisah tentang raja feodal yang
pernah memerintah kekaisaran Cina sebelum Xia, dan yang membuat wilayah
pinggiran dapat ditinggali. Huang Di, kaisar Kuning telah melawan monster dan
menetapkan perjalanan matahari, bulan, bintang. Shen Nong telah menemukan
pertanian, dan pada abad kedua puluh tiga, Kaisar Yao dan Shun yang bijak telah
membangun masa keemasan perdamaian dan kemakmuran. Selama pemerintahan Shun,
tanah itu dilanda banjir bandang, dan Shun memerintahkan Yu, kepala bagian
pekerjaan umumnya, untuk memecahkan persoalan tersebut. Selama tiga belas
tahun, Yu membangun kanal-kanal, menjinakkan rawa-rawa, dan menggiring
sungai-sungai ke laut, sehingga mereka mengalir dengan cara yang teratur
bagaikan tuan-tuan pergi ke resepsi besar. Berkat upaya Yu yang bertindak
seperti Hercules, orang-orang bisa menanam padi dan gandum. Kaisar Shun begitu
terkesan sehingga dia mengatur agar Yu menjadi penggantinya, dan begitulah Yu
menjadi pendiri Dinasi Xia.[7]
2.
Dinasti Shang (Hsia) merupakan dinasti tertua di Cina walaupun
tidak banyak peninggalan tertulis mengenai dinasti ini. Berdasarkan
cerita rakyat Cina kuno, pada masa ini
telah berkembang sistem kepercayaan terhadap Dewa Shang-Ti. Dinasti Shang berakhir sekitar tahun 1766 SM dan
digantikan oleh dinasti Yin (1700-1027 SM).Dinasti Shang dianggap dinasti yang
mengawali sejarah Cina karena baru pertama kali dilakukan penulisan sejarah
oleh Suma Chien. Catatan itu dituliskan di atas bejana perunggu, tempurung
kura-kura dan tulang binatang. Tulisan Cina berbentuk gambar sehingga disebut
piktografi (picture = gambar, grafi = huruf ) setiap gambar melambangkan gagasan
tertentu sehingga tulisan itu juga disebut ideografi. ( Idea = gagasan, grafi =
huruf )
Raja-raja
Cina dari Dinasti Shang, yang memerintah di Lembah Sungai Kuning sejak abad
keenam, percaya bahwa mereka adalah putra-putra Dewa. Dikabarkan bahwa “Di”,
Dewa terkuat yang biasanya tidak ada kontak dengan manusia, telah mengirimkan
seekor burung hitam ke dataran luas Cina. Burung itu bertelur, dan telurnya
dimakan oleh seorang perempuan. Dalam perjalanan waktu, perempuan ini
melahirkan leluhur pertama monarki Shang. Karena hubungannya yang unik dengan
Di, raja itu adalah satu-satunya orang di dunia yang diperbolehkan mendekati
Tuhan Tinggi secara langsung. Dia sajalah yang bisa mendapatkan jaminan
keamanan bagi rakyatnya dengan cara mempersembahkan kurban kepada Di. Dengan
bantuan para peramalnya, dia berkonsultasi kepada Di tentang kebaikan
melaksanakan ekspedisi militer atau mendirikan koloni baru. Dia bisa bertanya
kepada Di apakah panen akan berhasil atau tidak. Raja itu memperoleh
keabsahannya dari kekuatannya sebagai penujum dan penengah dengan alam langit,
tetapi pada tingkatan yang lebih duniawi, dia juga bergantung pada senjata
perunggunya yang unggul. Perkotaan Shang yang pertama mungkin didirikan oleh
para perajin yang telah merintis pembuatan senjata dari perunggu, kereta
perang, dan guci-guci mengkilap yang digunakan Shang dalam sesajian mereka.
Dengan kekuatan teknologi baru ini raja-raja dapat memobilisasi ribuan petani
untuk kerja paksa atau pergi berperang.[8]
Wilayah
Dinasti Shang mencakup hingga Lembah Huai di tenggara, hingga Shantung di
timur, dan pengaruh mereka bisa dirasakan sampi sejauh Lembah Wei di barat.
Mereka tidak memerintah Negara yang tersentralisasi, melainkan telah membentuk
jaringan kota-kota istana kecil, masing-masingnya diatur oleh seorang
perwakilan kerajaan. Kota-kotanya kecil, hanya terdiri atas dinding tanah padat
yang tinggi untuk menjaga dari banjir atau serangan. Di Yin, ibu kota Shang
yang terakhir, panjang keliling dinding-dinding itu hanya sekitar 500 meter. Perkotaan
Shang mengikuti pola seragam; kota-kota itu biasanya berbentuk segi empat,
setiap dinding mengarah ke salah satu dari empat arah kompas, dan semua rumah
menghadap ke selatan. Istana raja memiliki tiga halaman berdinding dan satu
balai pertemuan untuk acara ritual dan politik; di sebelah timur istana
terdapat kuil para leluhur. Pasar berada di sebelah utara kediaman raja, dan
para perajin, pembuat kereta kencana, pembuat anak panah dan busur, pandai besi
dan perajin tembikar tinggal di distrik selatan kota bersama para carik,
peramal, dan ahli ritual kerajaan.[9]
3.
Dinasti
Chou(Zhou, 1222 SM – 249 SM) adalah dinasti ketiga di Cina dan pada masa ini
diterapkan prinsip feodalisme dengan pembagian kekuasaan pemerintahan.
Pemerintah pusat yang dipimpin kaisar dibagi menjadi
daerah-daerah pemerintahan yang dipimpinoleh
raja bawahan.Pendiri dinasti Chou adalah Chou Wen Wang, pusat
pemerintahannya di Chang – An Dinasti Chou (Zhou) meletakkan dasar sistem
pemerintahan feodalisme dan pola kebudayaan Cina. Kerajaan dibagi menjadi
negara-negara bagian yang diperintah oleh raja bagian atau raja Vazal. Raja
Vazal memerintah atas nama kaisar dan tunduk kepada kaisar. Kesetiaan raja
vazal diwujudkan melalui penyerahan upeti secara teratur dan mengirimkan
tentara yang dibutuhkan pada saat negara menghadapi ancaman. Pada masa dinasti
Chou hiduplah para filosof yang terkenal yaitu Lao Tze, Kung Fu Tze dan Meng
Tze. Ajaran Kung Fu Tze mengenai kesusilaan menjadi dasar perkembangan
kebudayaan Cina. Runtuhnya Dinasti Chou disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain tidak ada raja-raja pengganti yang cakap, kerajaan terpecah menjadi dua
yaitu Chou Barat dan Chou Timur, banyak raja vazal yang melepaskan diri. Raja
vazal yang kuat menyerang raja pusat dan menggantikannya.Masyarakat Dinasti Zhou suka berburu,
memanah, menunggangi kereta perang, dan pesta-pesta mewah. Mereka mengatur
kota-kota mereka dengan model Shang Kuno, menyembah dewa-dewa alam dan para
leluhur, dan suka meramal. Mereka juga melanjutkan penyembahan Di, tetapi dalam
cara khas agama kuno, mereka menggabungkan Di dengan Dewa Langit mereka
sendiri, yang mereka sebut Tian (Langit).[10]
Satu-satunya
hal yang menyatukan mereka semua adalah kultusnya. Ritus-ritus itu mengingatkan
para pengikut raja bahwa monarki
merupakan Tianzi (putra langit). Dia telah menerima mandate dari Tian Shang Di,
Langit Maha Tinggi, untuk memerintah rakyat Cina. Dia sajalah yang diizinkan
untuk melakukan pengorbanan kepada Tuhan tinggi, sedangkan Zhouhuang,
ibukotanya di Lembah Wei merupakan pusat religious seluruh jaringan kota-kota
Zhou. Tidak ada kota lain yang dibolehkan menyelenggarakan ritus kerajaan yang
prestisius untuk menghormati raja-raja Cina yang telah mangkat selain Lu, yang
pangerannya merupakan turunan langsung dari adipati Zhou.[11]
4.
Dinasti
Chin (Qin, 221 SM – 207 SM). Setelah dinasti Chou, Cina diperintah oleh dinasti
Chin (Qin). Konon nama Cina diambil dari nama dinasti Chin ini. Dinasti Chin
memerintah dengan sistem sentralisasi dan meninggalkan sistem feodalisme
(desentralisasi). Timbul pertanyaan, mengapa dinasti Chin meninggalkan sistem
feodalisme dan melaksanakan sentralisasi dengan kekuasaan sebesar-besarnya
ditangan pemerintah pusat? Kebijakan sentralisasi dilakukan oleh dinasti Chin
sebab kekacauan yang terjadi di Cina pada akhir pemerintahan dinasti Chou tidak
cukup hanya di atas oleh sikap raja-raja yang baik dan saleh saja. Namun
dibutuhkan adanya kekuasaan raja yang kuat dan nyata serta hukum yang
dijalankan dengan adil sehingga tercipta ketertiban dan ketentraman diseluruh
negeri Cina.Pada masa pemerintahan Dinasti Qin,
sistem tersebut berubah karena RajaCheng yang bergelar Qin Shi Huang membentuk
Cina menjadi negara kesatuan yang hanya diperintah oleh satu orang pemimpin.
Dalam pemerintahan Qin ShiHuang, dunia
pendidikan dan ilmu pengetahuan Cina berkembang. Sayangnya saat beliau
meninggal terjadi kekacauan karena perebutan kekuasan yang pada akhirnya
berhasil diatasi oleh Liu-Pa.
|

5.
Liu-Pa mendirikan Dinasti Han yang
mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Han Wudi. Dinasti Han (207 SM – 221
M) Pendiri dinasti Han ialah Liu Pa. Pemerintahan dinasti Han kembali
menjalankan sistem feodalisme dan mengijinkan kembali filsafat konfusianisme.
Bahkan ajaran konfusianisme menjadi salah satu mata ujian bagi calon penghuni
negeri. Masa pemerintahan dinasti Han mencapai puncak kejayaan di bawah kaisar
Han Wuti. Wilayah kekaisaran Cina mencapai Asia Tengah (Turkistan), Korea,
Mansyuria Selatan, Anam, dan Sinkiaing (daerah utara Tibet). Selain wilayahnya
yang luas kaisar Cina juga menjalin hubungan dengan mancanegara. Setelah kaisar
Han Wu Ti meninggal, dinasti Han mengalami kemunduran dan runtuh tahun 221 M.
Negeri Cina mengalami kekacauan bahkan pernah dikuasai oleh bangsa Tar-Tar,
sehingga masa ini disebut masa kegelapan. Pada abad 7 muncul dinasti baru di
Cina yaitu dinasti Tang dari tahun 618 – 906. Sejak dinasti Tang terjalinlah
hubungan dagang antara negeri Cina dengan kerajaan-kerajaan Nusantara. Dinasti
Han mencapai masa kejayaannya di bawah pemerintahan kaisar Han Wu Ti. Kerajaan
Cina meliputi Asia Tengah, Kore, Mansyuria Selatan, Anam, Sinking. Setelah
kaisar Han Wu Ti meninggal pada tahun 87 M, Dinasti Han mengalami kemunduran
dan akhirnya runtuk pada tahun 221 M. ketika terjadi kekacauan bangsa tartar
menyerang Cina, dan akhirnya sebagian negeri Cina dapat dikuasainya. Namun pada
abad ke-7 M negeri Cina berhasil dipersatukan kembali di bawah pemerintahan
kaisar-kaisar dari Dinasti T’ang. Hal ini ditandai dengan kunjungan para
musafir dari Cina misalnya I Tsing di Sriwijaya. Laksamana Cheng Ho dan Ma Huan
berkunjung ke Majapahit.


6.
|
Tindakan-tindakan kaisar T’ang T’ai Tsung yang menarik
perhatian rakyatnya adalah sebagai berikut:
- Dikeluarkannya
undang-undang yang mengatur pembagian tanah.
- Membuat
peraturan-peraturan pajak.
- Membagi Kerajaan
Cina menjadi 10 Provinsi.
F. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Masyarakat Cina kuno memiliki banyak ahli astronomi (ilmu perbintangan) yang dapat membantu masyarakat
dalam pembuatan sistem penanggalan. Perkembangan
ilmu astronomi merupakan dasar dari berbagai
aktivitas kehidupan bangsa Cina karena sistem pertanian,
pelayaran, dan usaha lainnya memerlukan
informasi tentang pergantian dan perputaran musim. Perkembangan
teknologi masyarakat Cina kuno terlihat dari pembuatan barang-barang
perdagangan seperti barang tambang dan hasil olahannya berupa perabot
rumah tangga, senjata, perhiasan, dan alat pertanian. Cina kaya akan barang
tambang seperti batu bara, besi, timah, emas, wolfarm,
dan tembaga.
Bumi Cina mengandung berbagai barang tambang seperti
batu bara, besi, timah, wolfram, emas dan tembaga, yang sebagian besar terdapat
di daerah Yunan. Pembuatan barang-barang seperti perhiasan, perabotan rumah
tangga, alat-alat senjata seperti pisau, pedang, tombak, cangkul, sabit dan
lain-lain, menunjukan tingginya tingkat perkembangan teknologi masyarakat Cina
pada saat itu.
G. Arsitektur China Kuno
1.
TembokBesarCina (The Great
Wall of China) dibangun pada masa pemerintahan Dinasti Chin. Namun, sebelum
dinasti Chin berkuasa di Cina, sebenarnya di daerah Cina utara sudah dibangun
dinding terpisah untuk menangkal serangan yang dilakukan oleh suku di sebelah
utara Cina. Pada masa pemerintahan kaisar Shih Huang TI, dinding-dinding itu
dihubungkan menjadi tembok raksasa yang panjangnya mencapai 7000 kilometer dan
tingginya 16 meter serta lebarnya 8 meter. Pada jarak tertentu didirikan
benteng pertahan yang dijaga ketat oleh pasukan Cina.

Untuk membuat tembok raksasa ini, diperlukan waktu
ratusan tahun di zaman berbagai kaisar. Semula, diperkirakan Qin Shi-huang yang
memulai pembangunan tembok itu, namun menurut penelitian dan catatan literatur
sejarah, tembok itu telah dibuat sebelum Dinasti Qin berdiri, tepatnya dibangun
pertama kali pada Zaman Negara-negara Berperang. Kaisar Qin Shi-huang
meneruskan pembangunan dan pengokohan tembok yang telah dibangun
sebelumnya.Sepeninggal Qin Shi-huang, pembuatan tembok ini sempat terhenti dan
baru dilanjutkan kembali di zaman Dinasti Sui, terakhir dilanjutkan lagi di
zaman Dinasti Ming. Bentuk Tembok Raksasa yang sekarang kita lihat adalah hasil
pembangunan dari zaman Ming tadi. Bagian dalam tembok berisi tanah yang
bercampur dengan bata dan batu-batuan. Bagian atasnya dibuat jalan utama untuk
pasukan berkuda Tiongkok. Tembok raksasa ini dibangun dalam waktu 18 abad
lamanya dan selesai pada masa kekuasaan Dinasti Ming (abad ke-17 M). Tembok
Raksasa Cina dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Pada tahun
1987, bangunan ini dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.
2.
Kuil, salah satu
kuil yang terkenal di Cina bernama Kuil Dewa Beijing. Terbuat dari batu pualam
yang dikelilingi tiga pelataran yang amat indah serta di bagian tengah terdapat
tangga yang terbuat dari batu pualam pilihan. Atap bangunan dibuat berlapis
tiga.
3.
Istana, kaisar atau
raja Cina dibangun dengan sangat megah dan indah. Tujuannya sebagai tanda
penghormatan terhadap raja atau kaisar.
H. Astronomi
Ilmu pengetahuan yang telah berkembang sejak jaman
dongeng antara lain astronomi atau ilmu perbintangan. Ilmu astronomi digunakan
untuk:
1.
menentukan
penanggalan yang didasarkan pada peredaran bulan;
2.
meramal
masa depan manusia dan masa depan Negara.
3.
mengetahui
saat terjadinya gerhana matahari dan bulan; dan
4.
mengetahui
perputaran atau pergantian musim yang erat hubungannya dengan kehidupan
masyarakat seperti pertanian.
I. Aksara dan Bahasa China Kuno
Masyarakat Cina sudah mengenal tulisan, yaitu tulisan
gambar. Tulisan gambar itu merupakan sebuah lambang dari apa yang hendak
ditunjukkan. Tulisan itu merupakan salah satu sarana komunikasi. Untuk memupuk
rasa persatuan dan rasa persaudaraan, pada permulaan abad ke-20 dikembangkan
pemakaian bahasa persatuan, yaitu bahasa Kuo-Yu.[12]
Pada zaman Dinasti Chou, aksara Cina ditulis pada
potongan bambu. Cara menuliskannya adalah dari atas ke bawah. Sekitar tahun 105
M, pada masa Dinasti Han ditemukan teknik pembuatan kertas yang dibuat dari
campuran bubur kayu dan lem. Sehingga aksara Cina kemudian ditulis di atas
kertas. Penemu tersebut bernama Tsai Lun. Adapun pada zaman Dinasti T’ang
ditemukan teknik cetak (untuk mencetak buku dan kalender).
Bangsa Cina juga menemukan tik gerak (movable type)
yaitu blok-blok kayu dengan huruf-huruf yang dicungkil ke luar. Dengan penemuan
kertas dan alat cetak tersebut memungkinkan adanya penerbitan buku-buku dalam
jumlah yang besar dan dengan harga murah. Bangsa Cina termasuk bangsa yang
sangat memperhatikan tulisan. Penemuan kertas dan alat cetak juga membantu
penyebaran karya sastra di Cina.
J.
Sistem Ritual dan Kepercayaan
Trevor Ling, seorang Guru Besar Perbandingan Agama di
University of Manchester menjelaskan: The religion of ancient China has
frequently been described as a combination of the worship of deified powers of
nature with worship of spirits of departed ancestors.[13]
Pada kematian seorang pangeran,
gudang-gudang dan lumbung-lumbung dikosongkan. Emas, permata hijau lumut, dan
mutiara dilekatkan ke tubuhnya. Gulungan sutra dan kereta kencana bersama
kuda-kudanya ikut dikuburkan ke dalam makam. Tetapi untuk ruang pemakaman
dibutuhkan banyak barang yang digantungkan, dan juga vas berkaki tiga, drum, meja, tembikar, wadah-wadah es, kampak
perang, pedang, bendera-bendera, dari bulu, gading, dan kulit hewan. Tak
seorangpun puas sebelum seluruh kekayaan ini menemani yang meninggal. Sedangkan
jumlah orang yang dikorbankan untuk menemaninya, kalau yang meninggal adalah
seorang Putra Langit, bisa sampai ratusan atau puluhan. Jika dia seorang
pejabat tinggi atau bangsawan, jumlahnya puluhan atau satuan.[14]
Sebelum ajaran Kong Fu Zi dan Meng Zi,
bangsa Cina menganut kepercayaan dewa-dewa yang dianggap memiliki kekuatan
alam. Dewa-dewa yang menerima pemujaan tertinggi dari mereka adalah Feng-Pa
(dewa angin), Lei-Shih (dewan angin taufan yang digambarkan sebagai naga besar),
T'sai-Shan (dewa penguasa bukit suci),
dan Ho-Po. Menurut kepercayaan Cina kuno, dunia digambarkan sebagai
sebuah segiempat yang di bagian atasnya ditutupi oleh 9 lapisan langit.
Di tengah-tengahdunia itulah terletak daerah yang didiami bangsa Cina yang
disebut T'ien-hsia. Daerah di luar T'ien-hsia dianggap sebagai daerah
kosong tempat tinggal para hantu dan
Dewi Pa(penguasa musim semi).
Sistem religi ini termasuk didalamnya kepercayaan,
sistem nilai, pandangan atau upacara kenegaraan.Pemujaan dan penghormatan
kepada leluhur sangat di junjung tinggi oleh masyarakat Cina. Anak laki-laki
mempunyai kewajiban berdoa untuk arwah orang tua atau leluhur secara periodik.
Sebagai penghormatan, makam leluhur dibangun di tempat yang tinggi dan subur. Bangsa
Cina juga percaya kepada dewa-dewa alam (dewa sungai, dewa gunung, dewa laut,
dan lain-lain) serta siluman-siluman (ular, kera, babi, dan lain-lain). Dewa
tertinggi adalah dewa Shang Ti (dewa angin).
Bangsa Cina percaya pada banyak dewa. Mereka memuja
dan menganggap dewa-dewa memiliki kekuatan alam. Dunia digambarkan sebagai
bidang segiempat dan di atasnya tertutup oleh langit yang terdiri dari sembilan
lapisan. Di tengah-tengah dunia yang berbentuk segiempat terletakT’ienhsia,
yaitu suatu daerah yang didiami oleh bangsa Cina. Daerah T’ienhsia merupakan
daerah yang didiami oleh bangsa Barbar. Di luar daerah bangsa-bangsa Barbar
terdapat daerah kosong dan menjadi tempat tinggal para hantu dan Dewi Pa, yang
menguasai musim kemarau. Di sebelah timur dan selatan negara Cina ada empat
lautan besar yang disebut Su-hai. Dewadewa yang dipuja bangsa Cina pada saat
itu di antaranya Feng Pa (Dewa angin), Lei-Shih (Dewa Angin Topan), Tai-Shan
(dewa yang menguasai bukit suci), dan lain sebagainya.
Masyarakat lembah sungai kuning menganut polytheisme.
Mereka memuja dewa-dewi yang mempunyai kekuatan alam. Dewa yang mereka sembah
antara lain: Feng Pa (dewa angin ), Lei -Shih (dewa angin topan yang
digambarkan sebagai naga besar), Tai Shan (dewa yang menguasai bukit suci ), Ho
Po (dewa penguasa sungai Hoang-Ho). Untuk memuja Ho Po setiap tahun diadakan
upacara yang dipimpin oleh para pendeta perempuan dengan memberi sesaji berupa
gadis tercantik di Cina yang diterjunkan di sungai Hoang Ho tersebut.
Pegunungan, sungai-sungai, dan angin semuanya
merupakan dewa-dewa yang penting. Dewa –dewa alam ini milik Bumi, yang
merupakan imbangan ilahiah dari Di, Dewa Langit. Karena mereka bisa
mempengaruhi panen, mereka ditundukkan dan dibujuk dengan sesajian. Akan tetapi
yang lebih penting adalah leluhur kerajaan, yang kultusnya merupakan inti agama
Shang.[15]
Shang percaya bahwa ruh orang mati bisa jadi
berbahaya; jadi, sanak saudara mengubur orang yang meninggal di dalam peti mati
kayu yang tebal, menghiasi jasad mereka dengan permata hijau lumut, dan
menyumpal semua lubang, agar ryhnya tidak lolos keluar dan memangsa orang-orang
yang masih hidup. Ritual-ritual dirancang untuk mengubah hantu yang berpotensi
menimbulkan masalah ini menjadi kehadiran yang menolong dan baik hati. Orang mati
diberi nama baru dan hari pemujaan khusus dengan harapan dia kini akan menjadi
kebajikan yang membantu komunitas. Dengan berlalunya watu, seorang leluhur
menjadi lebih kuat, sehingga dirancanglah ritual-ritual untuk membujuk orang
yang baru mati agar menyampaikan permohonan mereka kepada leluhur yang lebih
tinggi, yang mungkin, pada gilirannya, bisa menjadi perantara dengan Dewaa Di.[16]
Dewa langit adalah dewa yang mendapat pemujaan
tertinggi. Masyarakat Cina memuja dewa langit yang disebut Shang, karena langit
adalah pemberi hujan dan panas matahari. Sedangkan bumi sebagai lahan yang
menerima sinar matahari dan hujan dari langit. Sehingga masyarakat juga memuja
dewi bumi. Selain pemujaan kepada dewa-dewa masyarkat Cina juga memuja arwah
leluhur. Upacara pemujaan dilakukan oleh anak laki-laki tertua.Kepercayaan ini
tidak langsung menghilang ketika muncul filsafat seperti Lao Tse dan Kong Fu
Tse yang mengajarkan berbagai tentang norma dan nilai.
Pada zaman dinasti Zhou, sama seperti pada dinasti
Shang, masyarakatnya mengadakan upacara kurban “tuan rumah” (bin) khusus setiap
lima tahun dan mengundang dewa-dewa alam dan para leluhur untuk penjamuan
besar. Selama sepuluh hari, istana mengadakan persiapan yang banyak, berpuasa,
membersihkan kuil, dan mengeluarkan prasasti memorial para leluhur dari ceruk
mereka dan menempatkannya di halaman istana. Pada hari pesta, raja dan ratu
berjalan sendiri-sendiri ke halaman, kemudian anggota keluarga raja yang lebih
muda, masing-masing menampilkan sosok seorang leluhur, digiring masuk oleh
pendeta, mengucapkan salam dengan hormat, dan diantar ke tempat mereka
masing-masing. Hewan disembelih untuk menghormati mereka, dan ketika dagingnya
sedang dimasak, para pendeta berlarian di sepanjang jalan sembari memanggil
dewa-dewa yang tersasar untuk menghadiri perjamuan itu. Pendeta meneriakkan,
“Adakah kau disini? Adakah kau disini?” Musik indah mengiringi pesta itu dan
setiap orang memainkan peran mereka dengan sangat riuh. Usai
perjamuan—persekutuan suci dengan para leluhur yang secara mistis hadir dalam
keturunan muda mereka—himne merayakan penyelenggaraan ritus yang sempurna itu:
“setiap adat dan ritus ditunaikan,” partisipan bernyanyi, “setiap senyuman,
setiap kata pada tempatnya.” Setiap isyarat wajah, setiap gerakan tubuh, dan setiap
kata yang mereka ucapkan selama bin sudah ditentukan. Para partisipan
meninggalkan individualitas mereka untuk tunduk pada dunia ritual yang ideal,”
agar ritus-ritus itu dilakukan tanpa cela.”
Semuanya teratur dan lancer
Semuanya
langsung dan pasti
Festival itu merupakan epifani masyarakat yang suci,
hidup dalam kedekatan erat dengan tuhan; setiap orang memiliki perannya yang
tak tergantikan, dan dengan meninggalkan diri mereka terserap ke dalam sesuatu
yang lebih besar dan lebih berani. Ritual itu secara dramatismenciptakan
replika istana Langit, tempat Tuhan Tinggi, Leluhur Pertama (diwakili oleh sang
raja), duduk tenang bersama para leluhur Shang dan Zhou dan dewa-dewa alam.
Ruh-ruh memberkati, tetapi mereka pun tunduk pada ritual-ritual drama yang
sacral. Dinasti Shang telah menggunakan riitus ini untuk memperoleh perantaraan
yang baik dari para leluhur dan dewa-dewa, tetapi menjelang abad kesembilan,
pelaksanaan ritus ini secara akurat dan indah menjadi lebih dipentingkan. Jika
dilakukan secara sempurna, sesuatu yang ajaib akan terjadi pada para
partisipan, yang member mereka kedekatan dengan harmoni ilahi.
Upacara itu ditutup dengan tarian berkelompok enam
babak yang rumit. Tarian ini menghidupkan kembali serangan raja-raja Wen dari
Wu terhadap raja Shang yang terakhir. Enam puluh empat penari berpakaian sutra
dan membawa kapak permata hijau lumut, mewakili bala tentara, sementara, raja
sendiri memerankan bagian Raja Wen leluhurnya. Setiap babak memiliki tarian
simbolik dan music khusus serta himne yang merayakan penegakkan mandate:
Mandat tak mudah dipertahankan,
Semoga
tak berakhir di tanganmu.
Tunjukkan
dan cerlangkan kemasyhuranmu,
Dan
ingatlah apa yang diterima Yin dari Langit.
Perbuatan
Langit Tinggi
Tiada
bersuara, tidak beraroma
Jadikan
Raja Wen teladanmu
Dan
semua negeri akan percaya padamu.
Tidak
membantu kita.
Sedangkan
Ibu dan Bapak dan para Leluhur
Mengapa
mereka memperlakukan kita seperti ini
Ritual-ritual masih dilaksanakan dengan indah, dan
masih berpengaruh besar pada para peserta, namun beberapa kritikus yang keras
kepala mulai kehilangan keyakinan pada kekuatan magisnya. Namun, respons terhadap krisis yang terus berkembang
ini ternyata adalah dengan memperbanyak ritual, bukan menguranginya.[17]
BAB
III
KESIMPULAN
Demikianlah saya jelaskan mengenai Peradaban
China Kuno atau Sungai Kuning (Huang Ho), dimana dapat saya simpulkan bahwa
dilihat dari letak geografis yang cukup subur, masyarakat China kuno pada waktu
itu memanfaatkan kondisi tempat yang ada untuk bertahan hidup dengan cara
bertani, bercocok tanam. Kemudian dalam system social kemasyarakatan,
masyarakat China kuno terdiri susunan atau hierarki sebagai berikut:
-
Raja/Kaisar,
-
Pangeran
Kerajaan,
-
Penguasa
Kota,
-
Kepala
keluarga terhormat,
-
Bangsawan,
-
Rakyat
Biasa/Prajurit.
Masyarakat China Kuno pada waktu itu sudah
mulai berkembang, dilihat dari hasil karya mereka yang bisa mengembangkan seni
tulis menulis. Dan dalam system pemerintahan, mereka menganut system Feodal dan
Unitaris. Selain itu, bermunculan pula dinasti-dinasti yang berkembang seiring
kemajuan masyarakat China kuno. Juga mereka sudah mulai memahami ilmu astronomi
(perbintangan) yang bermanfaat untuk penghitungan kalender mereka. Beberapa
bangunan yang dibangun oleh masyarakat China Kuno pada waktu itu seperti Tembok
China, Kuil-kuil dan istana-istana menandakan bahwa peradaban China Kuno
(Sungai Kuning) ini sudah mengalami kemajuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Amstrong, Karen, The Great Transformation;
Awal Sejarah Tuhan, Bandung: Mizan, 2007
Ling, Trevor, A History of Religion East And
West, London: The Macmillan Press LTD, 1982, Cet. IV
Taniputra,Ivan.
History Of China, Yogyakarta:Ar-Ruzz Media,2007
[2]Ivan Taniputra,History
Of China. Jogjakarta: 2007, Ar-Ruzz Media, hal: 22
[4] Karen Amstrong, The Great Transformation;
Awal Sejarah Tuhan. (Bandung: Mizan, 2007), hal: 30
[7] Karen Amstrong, The Great Transformation;
Awal Sejarah Tuhan. (Bandung: Mizan, 2007), hal: 29
[9]Karen Amstrong, The Great Transformation;
Awal Sejarah Tuhan. (Bandung: Mizan, 2007), hal: 30
[13]Trevor Ling, A History of
Religion East and West, (London: The Macmillan Press LTD, 1982), hal:
102
[14] Karen Amstrong, The Great Transformation;
Awal Sejarah Tuhan. (Bandung: Mizan, 2007), hal: 35
[15] Karen Amstrong, The Great Transformation;
Awal Sejarah Tuhan. (Bandung: Mizan, 2007), hal: 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar